cerpen pertamaku yang dimuat di radar Banyuwangi pada 28 Februari 2015. cerpen ini terinspirasi dari cerita asmara teman sekolahku. terinspirasi artikel tentang valentine dan pacaran. semoga menghibur...amin
 Janji Valentine's Day                                                                                                11 Februari 2015
Tak ada kata lelah, untuk menanti segumpal darah. Walau mentari takkan terbit serta
rembulan tak pernah bersama bintang. Jiaying tetap menanti pangeran yang membawakan sepatu
Sejak umur 12 tahun Jiaying sangat dekat dengan Alan. Dia adalah sesosok sahabat yang
rela melentangkan kedua sayap untuk melindungi jiaying dari derasnya cucuran hujan. Tetapi
lentangan kedua sayap tak bertahan lama. Entah apa petir yang menyambar atau karena drasnya
hujan hingga Alan tak kuat melawan derasnya air.
Alan meninggalkan Jiaying pada saat Jiaying berumur 13 tahun. Tepatnya pada saat
Jiaying duduk di bangku IX. Jiaying sangat kecewa kenapa harus ada perpisahan disaat
pertemuan yang menyenangkan. Sebelum pergi Alan mengatakan kepada Jiaying "Ying...saat ini
aku harus meninggalkanmu untuk beberapa saat, tapi kita tetap sahabat selamanya dan aku tak
menjadi pahlawan kesiangan untukmu. Aku menyadari perpisahan ini sangat menyakitkan,
hingga aku rapuh dan enggan berdiri lagi. Tapi ingatlah, aku pasti kembali untuk kamu. Sahabat
terbaikku. Jiaying tunggulah aku". Jiaying menjawab "Alan terimakasih, karena kamu kembali
untuk aku. Tapi aku mohon bahagialah karena aku dan jangan bersedih untuk aku"
Seiring dengan tetesan air berlayar melewati pipi Jiaying, Alan mengatakan "jangan
menagisi kepergianku. Karena aku takut tidak ada yang menghapus air mata kamu"Selangkah
demi selangkah Alan meninggalkan jiaying dengan hati berat. Tanpa tolehan dan seulas senyum
yang tergambar di langit jingga. Kini indahnya bulan terbit berubah menjadi hujan petir yang
seakan tak pernah padam dengan setangkai payung hitam.
###
Semenjak kepergian Alan. Hari hari Jiaying berhiaskan langit mendung, tak ada
kecerahan yang tergambar di rupa Jiaying. Entah berapa lama Jiaying menunggu Alan kembali
dalam pelukanya. Jiaying menatapa hamparan pepohonan melalui jendela mungilnya. Walau
angin sepoi-sepoi menerpa wajah tak berhiaskan make up, tapi Jiaying tak mempermasalahkan
hal itu. Hingga larut malam Jiaying juga enggan beranjak dari tempatnya. "Ying...adapakah
gerangan hingga kamu enggan beranjak dari depan jendela. Apakah ada sesuatu di luar sana"
kata ibu Jiaying. Jiaying menjawab "benar... ibuku tersayang, ada sesuatu diasana. Alan yang
entah pergi kemana dan enggan untuk pulang. Dia berjanji akan pulang untukku". Perbincangan
mereka semakin hangat. Hingga kedua wanita tersebut terlelap seiring dengan tenggelamya
###
Kokok petok... kuku... ruyuk. Suara alunan ayam jago mulai berkumandang, seperti
biasanya Jiaying menatap hamparan luas. Menunggu kedatangan sahabat tulang rusuknya, Alan.
Selama 4 tahun tak berubah. Jiaying yang selalu menanti Alan dengan sepenuh hati. Dan kini
Jiaying akan melaksanakan ujian nasional. Sehari sebelum ujian nasional Jiaying pergi kesebuah
bukit yang disana terdapat pohon besar. Dimana tempat itu adalah tempat perpisahan Jiaying
bersama Alan. Dia mengatakan kepada angin yang berhembus. Pepohonan yang melambai-
lambai, dan burung yang bernyanyi riang.
Selama 4 tahun aku menantimu. Kapan kamu akan kembali, ada suara merpati yang
mengatakan kamu berada di Banyuwangi Selatan, benarkah itu? Besok aku ujian nasional. Aku
harap kamu datang, meski hanya berseru "semangat putri yayang". Walau hanya membawa
setangkai mawar hitam. Aku tunggu kehadiranmu disini. Iya ditempat ini. Alan... aku
Sembari lahar panas melewati pipi halus Jiaying. Dia berniat untuk menunggu Alan
dibawah pohon. Harapan demi harapan terlukiskan dalam atap dedaunan. Jiaying akan pulang
kerumah bambunya saat fajar telah terbit.
###
Suara panggilan tuhan mulai mendera pendengaran. Jiaying segera memaksa langkah
demi langkah menuju rumah tuanya. Dengan mata sayu dia berusaha melihat jalan untuk sampai
di rumah. Langkahnya berhenti dan kakinya mulai tak kuasa menompang tubuhnya ketika
bendera kuning tertancap di balko  rumahnya. Dan kerumunan tetangga memenuhi rumah tua
Jiaying. Tangispun tak terbendung lagi, melihat wanita teman hidupnya kini terbujur kaku diatas
meja panjang. Dia marah dan kecewa "mengapa tuhan mengambil orang-oranag yang selalu
sayang keladaku. Apa aku pernah murka kepadamu...tuhan. Kau telah mengambil ayahanda, dan
memisahkan aku dengan Alan, kini kenapa engkau juga mengambil bidadariku. Tidak jugakah
engkau tarik ruh ini. Apa salah hambamu yang renta ini..."
Kini Jiaying hidup tanpa seorang yang disayanginya. Keadaan Jiaying semakin
mengerikan. Hidup seorang diri dengan suasana keterpurukan. Entah dunia murka atau terlalu
sayang sehingga memberi cobaan seperti ini kepada Jiaying. Kini rumah dan seluruh harta benda
lenyap. Karena jiaying tak bermatapencaharian, sedangkan kebutuhan melanda setiap harinya.
Entah bagaimana tentang ujian nasional, Jiaying tidak mengikutinya.Tak mau lagi dalam dunia
kemiskinan, kini gadis berusia 17 tahun itu bertekat merantau, mengadu nasib di Banyuwangi.
Enggan menengok masalalu yang kelam. Jiaying memutuskan drop out sementara. Ia akan
mencari selembar uang untuk biyaya pendidikanya nanti. Jiaying menjadi karyawan di
perkrbunan kopi coklat. Selama satu tahun jiaying bekerja keras tanpa merasa lelah dan
mengenal siang atau malam. Kini diumurnya yang ke-18 tahun Jiaying kembali bersekolah,
menggunakan uang dari hasil kerja kerasnya selama satu tahun.
Dan eng... ing... eng. Jiaying berhasil lulus dengan nilai terbaik. Saat wisuda berlangsung.
Sang protokol mengumandangka "untuk ananda Jiaying harap kedepan, untuk menerima
penghargaan". Dengan jantung berdetak kencang, serta kaki yang gemetar. Jiaying mulai
melangkah menginjak tangga demi tangga. Dan kini tiba saatnya kepala sekolah memberikan
selembar kertas di dalam amplop coklat. Kepala sekolah mengatakan "ananda Jiaying dimohon
membuka amplop tersebut". Tangan jiaying tak terbendung lagi. Rasa gemetar semakin meraja
Jreng... jreng "atas prestasi serta perjuangan saudara Jiaying kami memberikan Beasiswa
ke Jepang untuk menempuh S1". Begitulah amplop itu mengatakanya. Gadis dari ujung selatan
Banyuwangi. Kini melangkah ke negeri orang. Rasa terharu tak terbendung lagi. Butiran air
segera menodai pipi. Dia mengatakan kepada tamu yang hadir "terimaksih tuhan, kau
menurunkan badai. Dan kini pelangi indah telah lahir. Ayah...ibu ini putri kalian. Berdiri seorang
diri dengan masalalu yang kelam. Kini putri semata wayang kalian telah membuktikan, dia
bisa...bahagialah di alam keabadian. Ayah dan ibuku trsayang, teman teman serta bapak ibu
guru, terimakasih yang tak pernah berakhir ku ucapkan untuk kalian".
###
Pagi menjemput dengan suasana baru. Kini Jiaying tak lagi ditemani petamnya coklat
lagi. Tetapi disambut dengan bunga sakura yang mekar. Menunjukkan senyum manjanya untuk
Jiaying. Saat tiba di asrama pergurun tinggi, betapa terkejutnya gadis manis Jiaying. Melihat pria
berjaket tebal berwarna merah, serta sehelai syal yang mengelilit lehernya berdiri tepat
dihadapanya. Tertunduknya wajah jiaying mulai terangkat. Dia melihat dari ujung sepatu hingga
wajah pria tersebut. Betapa tidak rapuh dan bahagia hati jiying. Ternyata pria tampan di
hadapanya tak lain adalah Alan. Pria yang sangat dinantikan kehadiranya. Pelukan hangat terjalin
diantara mereka berdua seiring bunga sakura yang berterbangan. Alan mengatakan kepada
Jiaying “menangislah jika kamu ingin menagis, karena aku akan hadir menghapus air mata
kamu. Maafkan aku telah membuat kamu menunggu selama ini. Aku tau kamu akan kesini.
Karena berita tentang dirimu telah menyebar di dunia. Aku membawakan coklat kesukaan kamu.
Jiaying…maafkan aku…maaf. Setangkai mawar hitam tak kubiarkan ada digenggamanamu.
Karena mawar putih tak akan berubah. Seperti janji suci yang aku ucapkan’’. Jiaying tak dapat
mengatakan apapun. Hanyan isak tangis, terharu, dan kebahagiaan yang melanda jiwanya.
“aku akan menjagamu di alam keabadian”, perkataan sangat tulus. Dan janji suci kepada ayah
dan ibu Jiaying, bahwa dia tak akan membiarkan Jiaying menggenggam mawar hitam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Remaja Itu Titik